Jumat, 19 Desember 2014

Contoh Kasus Etika Utilitarianisme dalam Bisnis



Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
  1. Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
  2. Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.


Teori Etika Utilitarianisme dalam Bisnis

1.         Pengertian Utilitarianisme

Utilitarianisme adalah paham dalam filsafat moral yang menekankan manfaat atau kegunaan dalam menilai suatu tindakan sebagai prinsip moral yang paling dasar, untuk menentukan bahwa suatu perilaku baik jika bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar konsumen atau masyarakat. dalam konsep ini dikenal juga “Deontologi” yang berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti kewajiban. Deontologi adalah teori etika yang menyatakan bahwa yang menjadi dasar baik buruknya suatu perbuatan adalah kewajiban seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia, sebagaimana keinginan diri sendiri selalu berlaku baik pada diri sendiri.
Menurut paham Utilitarianisme bisnis adalah etis, apabila kegiatan yang dilakukannya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada konsumen dan masyarakat. jadi kebijaksanaan atau tindakan bisnis yang baik adalah kebijakan yang menghasilkan berbagai hal yang baik, bukan sebaliknya malah memberikan kerugian.

Nilai positif Utilitarianisme terletak pada sisi rasionalnya dan universalnya. Rasionalnya adalah kepentingan orang banyak lebih berharga daripada kepentingan individual. secara universal semua pebisnis dunia saat ini berlomba-lomba mensejahterakan masyarakat dunia, selain membuat diri mereka menjadi sejahtera. berbisnis untuk kepentingan individu dan di saat yang bersamaan mensejahterakan masyarakat luas adalah pekerjaan profesional sangat mulia. dalam teori sumber daya alam dikenal istilah Backwash Effect, yaitu di mana pemanfaatan sumber daya alam yang terus menerus akan semakin merusaka kualitas sumber daya alam itu sendiri, sehingga diperlukan adanya upaya pelastarian alam supaya sumber daya alam yang terkuras tidak habis ditelan jaman.
di dalam analisa pengeluaran dan keuntungan perusahaan memusatkan bisnisnya untuk memperoleh keuntungan daripada kerugian. proses bisnis diupayakan untuk selalu memperoleh profit daripada kerugian. Keuntungan dan kerugian tidak hanya mengenai finansial, tapi juga aspek-aspek moral seperti halnya mempertimbangkan hak dan kepentingan konsumen dalam bisnis. dalam dunia bisnis dikenal corporate social responsibility, atau tanggung jawab sosial perusahaan. suatu pemikiran ini sejalan dengan konsep Utilitarianisme, karena setiap perusahaan mempunyai tanggaung jawab dalam mengembangkan dan menaikan taraf hidup masyarakat secara umum, karena bagaimanapun juga setiap perusahaan yang berjalan pasti menggunakan banyak sumber daya manusia dan alam, dan menghabiskan daya guna sumber daya tersebut.

kesulitan dalam penerapan Utilitarianisme yang mengutamakan kepentingan masyarakat luas merupakan sebuah konsep bernilai tinggi, sehingga dalam praktek bisnis sesungguhnya dapat menimbulkan kesulitan bagi pelaku bisnis. misalnya dalam segi finansial perusahaan dalam menerapkan konsep Utilitarianisme tidak terlalu banyak mendapat segi manfaat dalam segi keuangan, manfaat paling besar adalah di dalam kelancaran menjalankan bisnis, karena sudah mendapat ‘izin’ dari masyrakat sekitar, dan mendapat citra positif di masyarakat umum. namun dari segi finansial, Utilitarianisme membantu (bukan menambah) peningkatan pendapat perusahaan.

2.         Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme

Aliran utilitarianisme ini berakar pada ajaran tentang kegunaan atau utility, yang menyatakan, bahwa : baik atau buruk sebuah tindakan diukur dari apakah tindakan itu menghasilkan tingkat kesenangan atau kebahagian yang terbanyak, dengan pengorbanan yang paling sedikit.
Istilah utilitarianisme sebagai suatu nama aliran yang berasal dari kata latin utilis yang berarti berguna. Aliran utilitarianisme ini terbagi antara lain aliran act utilitarianism serta rule utilirianism yang sering diterjemahkan sebagai ‘Utilitarianisme tindakan” dan ‘Utilitarianisme peraturan’

Prinsip- prinsip aliran utilitarianisme, menurut Jeremy Bentham (1748-1832) didasarkan kepada dua prinsip, yaitu :
-       asosiasi (association principle) serta
-       kebahagiaan terbesar (greatest happiness principle).
Bagi Bentham, prinsip kebahagiaan terbesar secara singkat terjadi jika :
“An action is right from an ethnical point of view if and only if the sum total of utilities produced by the act is greater than tha sum of total utilities produced by nay other act the agent could have performed in its place”.

Apa-apa “yang baik” merupakan kesenangan buruk” adalah rasa sakit. Tindakan “yang baik” secara etika mengacu pada kebijakan dan kebahagiaan, sedangkan “yang menghasilkan kebahagiaan terbesar.

Bentham berkeinginan untuk mencari kesamaan mendasar guna mampu memberikan landasan objektif atas semua norma yang berlaku secara umum serta yang daopat dietrima oleh masyarakat luas. Caranya ialah dengan menimbang segi-segi manfaat dibandingkan dengan kerugian setiap tindakan.

Tokoh lain dari aliran utulitarianesme adalah John Stuart Mill (1806-1973), seorang pengikut sekaligus pewaris yang meneruskan pemikiran Bentham. Tema sentral dari pemikiran Mill ialah, bahwa tugas utama seseorang adalah untuk tidak menimbulkan derita bagi sesama manusia.

Mill menyatakan, bahwa akumulasi asset perlu diikuti oleh distribusi asset pula demi kebaikan masyarakat. Jika diperlukan, distribusi asset dapat dipaksakan oleh masyarakat melalui penggunaan pajak, atau penyitaan asset sekalipun. Hanya Mill tidak menerangkan hubungan antara distribusi dengan produksi, khususnya alat-alat produksi, yang kemudian dikembangkan oleh Karl Marx. Terlepas dari kekurangan ataupun kekeliruannya, Mill merupakan pemikir yang secara tegas meghubungkan (dalam Principles) utilitarianisme.

Apabila aliran utilitarianisme hedonis menitikberatkan ajaran mereka pada kesenangan dan kebahagian perorangan sebagai tolak ukur, maka aliran utilitarianesme Bentham, Mill dan kemudian Henry Sidgwick (1838-1900), menggeluti pemikiran mereka tentang Kebahagian individu?. Mereka berpendapat bahwa merupakan tugas individu, atau perorangan, untuk meningkatkan kebahagian masyarakat secara universal, bukan hanya kebahagian perorangan saja.
Prinsip utilitarianisme pun dapat menjelaskan mengapa perbuatan seperti membunuh, berdusta, selingkuh dianggap secara moral adalah salah, sedang beberapa tindakan lain seperti berterus-terang, kesetiaan, tepat janji merupakan hal-hal yang benar. Jika orang berdusta ia merugikan masyarakat karena menebarkan rasa saling tidak percaya diantara masyarakat sedangkan jika ia berbuat benar maka terciptalah iklim saling percaya, saling membantu yang mampu memperbaiki kualitas hidup manusia dalam sebuah masyarakat yang tertib serta rapih.

Utilitarianisme sangat berperan dalam Ilmu ekonomi dan bisnis, sejak awal abad ke XIX, banyak pakar ekonomi berpendapat perilaku ekonomi dapat dijelaskan melalui asumsi, bahwa manusia senantiasa berusaha untuk memaksimalkan manfaat dirinya sendiri maupun kinerjanya, sedangkan nilai manfaat diukur dari harga yang diperoleh.
Prinsip Utilitarianisme juga sangat cocok dengan konsep yang sering terjadi dalam tujuan bisnis yaitu efisiensi. Efisiensi terjadi jika maksimalisasi produksi dapat dicapai lewat pemanfaatan sumber daya yang ada tanpa memerlukan penambahan asset apapun. Kegiatan dinilai efisien apabila hasilnya sesuai dengan yang telah direncanakan dengan mengunakan sumber daya yang ada seminimal mungkin. Dengan menggunakan semboyan kelompok utilitarianisme, efisiensi merupakan hasil berupa manfaat (benefit) yang sebesar-besarnya dengan menggunakan cost yang serendah-rendahannya, seperti yang dijabarkan oleh ilmu ekonomi secara umum.

3.         Nilai Positif Etika Utilitarianisme

Maksud Asas Manfaat atau Kegunaan, kata Bentham, ialah asas yang menyuruh setiap orang untuk melakukan apa yang menghasilkan kebahagiaan atau kenikmatan terbesar yang diinginkan oleh semua orang untuk sebanyak mungkin orang atau untuk masyarakat seluruhnya. Oleh karena itu, menurut pandangan utilitarian, tujuan akhir manusia, mestilah juga merupakan ukuran moralitas. Dari sini, muncul ungkapan ‘tujuan menghalalkan cara’. Nilai Positif Etika Utilitarianisme antara lain :
• Pertama, Rasionalitas.
Prinsip moral yang diajukan etika utilitarianisme tidak didasarkan pada aturan-aturan kaku yang tidak dipahami atau tidak diketahui keabsahannya. Etika utilitarianisme memberikan kriteria yang objektif dan rasional.
• Kedua, Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral.
Tidak ada paksaan bahwa orang harus bertindak dengan cara tertentu yang tidak diketahui alasannya.
• Ketiga, Universalitas.
Mengutamakan manfaat atau akibat dari suatu tindakan bagi banyak orang. Suatu tindakan dinilai bermoral apabila tindakan tersebut memberi manfaat terbesar bagi banyak orang.

4.         Utilitarianisme Sebagai Proses dan standar Penilaian

   1.sebuah penilaian mengenai kesejahteraan manusia, atau utiliti, dan
  2.sebuah petunjuk untuk memaksimalkan kesejahteraan (utiliti), yang didefinisikan sebagai, memberikan bobot yang sama pada kesejahteraan orang per-orang.

5.         Analisa keuntungan dan kerugian

Utilitarianisme mengatakan bahwa tindakan yang benar adalah yang memaksimalkan utiliti, yaitu memuaskan preferensi yang berpengetahuan sebanyak mungkin.
Dalam pandangan kaum utilitarian-aturan, perilaku tak adil dalam mendeskriminasi kelompok-kelompok minoritas menyebabkan meningkatnya ketakutan pihak lain dengan mengalami aturan yang mengijinkan diskriminasi.
Keuntungan dan kerugian, cost and benefits, yang dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan. Analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam kerangka uang dan untuk jangka panjang.

6.         Kelemahan Etika Utilitarianisme

• Manfaat merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yamg tidak sedikit.
• Tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.
• Tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang
• Variabel yang dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi.
• Seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan prioritas di antara ketiganya.

Sumber :
     http://bachdim25.blogspot.com/2013/10/bab-3-etika-utilitarianisme-dalam-bisnis.html

Minggu, 09 November 2014

Norma Umum dalam Bisnis



Norma adalah memberi pedoman tentang bagaimana kita harus hidup dan bertindak secara baik dan tepat, sekaligus menjadi dasar bagi penilaian mengenai baik buruknya perilaku dan tindakan kita.
  1. Norma Sopan santun atau Norma Etiket, yaitu adalah norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah dalam pergaulan sehari-hari. Etika tidak sama dengan Etiket. Etiket hanya menyangkut perilaku lahiriah yang menyangkut sopan santun atau tata krama
  2. Norma Hukum adalah norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat karena dianggap perlu dan niscaya demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Norma hukum ini mencerminkan  harapan, keinginan dan keyakinan seluruh anggota masyarakat tersebut tentang bagaimana hidup bermasyarakat yang baik dan bagaimana masyarakat tersebut harus diatur secara baik
  3. Norma Moral, yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma moral ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia.
norma umum dalam kaitannya hubungan dengan berbisnis adalah suatu pedoman bagi para pelaku bisnis untuk melakukan bisnis sesuai dengan prinsip yang dipegang oleh lingkungan di mana bisnis itu dilakukan. mengeksploitasi kekayaan alam secara berlebihan dan mencemari lingkungan adalah salah satu kegiatan yang sangat melanggar norma umum secara universal. setiap manusia memiliki hak yang sama untuk menikmati kekayaan alam, namun tak juga hak tersebut dapat ‘dirampas’ oleh segelintir orang yang mempunyai kepentingan bisnis, dan memperkaya hak nya.

Contoh kasus :


Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang mengekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam perut bumi. Metode penambangan, termasuk penambangan timah (alluvial mining), di wilayah daratan yang umum diterapkan adalah tambang terbuka (surface mining), bukan tambang bawah tanah/tambang dalam (underground mining). Sistem operasionalnya berbeda dengan di wilayah lepas pantai.
Karena menggunakan pompa semprot (gravel pump), maka penambangan timah darat menghasilkan wilayah sungai besar yang disebut kolong atau danau. Kolong atau danau menjadi inti utama cara kerjanya, polanya sangat tergantung pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya air yang banyak. Walhasil, penambangan timah darat selalu menimbulkan genangan air yang berjumlah besar seperti danau dan berlobang besar.

Celakanya, proses pengambilan material yang diekstraksi dari dalam perut bumi itu memiliki kesamaan di hampir semua provinsi di Indonesia, yang tentu saja bersinggungan dengan kerusakan lingkungan, yaitu areal penambangan juga merambah kawasan hutan produksi atau kawasan hutan lindung, debu yang menggumpal, reklamasi lahan pascatambang, air tambang beserta limbahnya.
“Masalah penambangan di beberapa provinsi penghasil ternyata mirip-mirip,” demikian ditegaskan Bambang Soesilo, Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD), merujuk isu penambangan di Kepulauan Bangka Belitung Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Ia bersama beberapa anggota Komite II DPD menggelar konferensi pers menyoal pengusahaan pertambangan timah, khususnya di Kepulauan Bangka Belitung, di Pressroom DPD Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/5).
Mereka juga menyoal produksi penambangan timah di wilayah Kuasa Pertambangan (KP) perusahaan yang dilaksanakan oleh kontraktor swasta sebagai mitra usaha di bawah kendali perusahaan tertentu. Oleh karena itu, mereka mendesak penegakan hukum terhadap pengusahaan pertambangan timah yang ilegal dan tidak mereklamasi kawasan hutan bekas areal tambang. Anggota yang berpartisipasi, antara lain, Bahar Buasan (Kepulauan Bangka Belitung), Budi Doku (Gorontalo), dan Gusti Kanjeng Ratu Ayu Koess Indriyah (Jawa Tengah).

Kesimpulan tersebut didasari laporan kegiatan anggota DPD di provinsi masing-masing ditambah kunjungan Komite II DPD ke daerah-daerah penghasil pertambangan timah dan batubara yang mereklamasi kawasan hutan. Bambang menyinggung pengusahaan pertambangan timah yang dilakukan di kawasan hutan, bahkan di areal hutan lindung, terutama kegiatan yang tidak memiliki izin.
Selain itu, bagaimana produksi penambangan darat di wilayah KP perusahaan dilaksanakan oleh kontraktor swasta yang merupakan mitra usaha di bawah kendali perusahaan seperti PT Timah (Persero) Tbk. Lalu, bagaimana setiap kontraktor atau mitra usaha melakukan kegiatan berdasarkan perencanaan yang diberikan oleh perusahaan dan mengarahkannya agar sesuai dengan pedoman atau prosedur pengelolaan lingkungan di lapangan.
Kemudian, hasil produksi mitra usaha tersebut dibeli oleh perusahaan sesuai harga yang disepakati dalam surat perjanjian kerjasama. Untuk kasus di Kepulauan Bangka Belitung, hampir 80% dari total produksi PT Timah (Persero) Tbk berasal dari penambangan di darat mulai tambang skala kecil berkapasitas 20 m³/jam sampai tambang skala besar berkapasitas 100 m³/jam.
Untuk mengatasi kasus-kasus pengusahaan pertambangan timah tersebut, Komite II DPD menghimbau Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan tidak hanya marah-marah menyikapinya. “Hari-hari ini Menhut marah-marah karena kasus pertambangan di Bangka Belitung. Kami mengingatkan, Pak Menteri jangan hanya marah-marah, jangan hanya rame-rame di koran tanpa solusi.”
“Ia pun jangan hanya menangkap cukong-cukong. Kalau cukong-cukong yang dimaksud adalah penerima KP, ini tidak fair sekali.” Jika serius, Menhut harus mencabut izin usaha pertambangan yang enggan melakukan reklamasi, apakah yang dikeluarkan bupati atau gubernur. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bupati bisa mengeluarkan KP hingga 5.000 hektar.

Anggota DPD asal Kalimantan Timur ini mendesak penghentian menggunakan kawasan hutan lindung sebagai wilayah kegiatan pertambangan, terutama yang tidak memiliki izin, mengingat fungsi kawasan hutan lindung sebagai penyangga kehidupan yang sangat penting. Di antaranya, mengatur tata air dan mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Komite II DPD mendesak penindakan yang tegas terhadap kegiatan penambangan yang ilegal dan tidak mereklamasi lahan bekas penambangan. “Yang membentuk mata rantai bisnis yang merugikan perekonomian masyarakat sekitarnya,” katanya. Penambangan ilegal yang memarak adalah tanggungjawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan perusahaan pertambangan seperti PT Timah (Persero) Tbk yang tidak menjamin hidup masyarakat di sekitarnya.
Sembari mencabut izin usaha pertambangan dan menghentikan penggunaan kawasan hutan lindung, Pemerintah menata ulang izin KP yang memperhatikan prinsip otonomi daerah dan peraturan perundang-undangan serta mengembalikan hak-hak tenurial (penguasaan) sumberdaya alam yang mempertimbangkan kearifan lokal.
Kemudian, perusahaan pertambangan yang selesai melakukan kegiatannya dapat mengembalikan fungsi hutan. Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan, reklamasi kawasan hutan bekas areal pertambangan wajib dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008, reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Apalagi, ada ketentuan PP tersebut yang merisaukan, yaitu Pasal 49 ayat (4) yang mengatur tata cara pelepasan dana jaminan reklamasi. “Istilahnya, pinjam pakai. Selesai digunakan, hutan dikembalikan sesuai dengan fungsinya,” katanya.
Pengusahaan pertambangan yang, antara lain, berbentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk perusahaan pertambangan berskala besar yang polanya adalah pertambangan terbuka kian mempercepat deforestasi di provinsi-provinsi tersebut. Umumnya, hutan bekas lahan pertambangan terbuka itu sangat rusak, sehingga pemulihannya juga sangat sulit.
“Lalu, dana reklamasi digunakan ke mana?” tanya lelaki kelahiran Banyuwangi, 24 September 1962, ini. Karena ketidakjelasan reklamasi kawasan hutan bekas areal pertambangan itu, ia mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk menyelidiki dan menyidiki penggunaan dana reklamasinya. “Kami mendesak KPK untuk menanyakan dana itu,” ujarnya. Pengembalian kawasan hutan bekas areal pertambangan ini sangat bergantung kepada keberhasilan reklamasinya.
Di sisi lain, Kementerian Kehutanan didesak tidak lagi mengeluarkan izin pemanfaatan kawasan hutan di luar sektor kehutanan yang diajukan perusahaan dan pemerintah daerah. Dia berpendapat, program reklamasi hutan oleh perusahaan pertambangan hingga kini tidak jelas pelaksanaannya, sehingga yang tertinggal adalah daerah-daerah tandus. Reklamasi tidak bagus, reboisasi juga tidak bagus.”

Khusus kasus pertambangan di Bangka Belitung yang melibatkan PT Timah (Persero) Tbk, KPK juga didesak menyelidiki dan menyidiki penggunaan dana jaminan reklamasinya. “Padahal, PT Timah sudah bercokol di sana sejak kita belum lahir,” kata lulusan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, ini. “Dengan adanya PT Timah di sana selama bertahun-tahun, muncul ketidakadilan.”
Bambang juga menyoroti saling klaim areal pertambangan antara PT Timah (Persero) Tbk dengan perusahaan-perusahaan yang kuasa penambangan atau KP-nya dikeluarkan bupati di Bangka Belitung. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang belum selesai adalah kesempatan bagi mereka.“PT Timah mencaplok kawasan hutan lindung, bersama perusahaan pertambangan yang KP-nya dikeluarkan bupati.”
Bahar menambahkan, ketimbang menyesali kerusakan lingkungan, lebih baik kita mencari sumber-sumber perekonomian alternatif pascatimah. “Kerusakan lingkungan harus dicegah. Tapi, mulai sekarang kita harus berbicara bagaimana membangun ekonomi alternatif pascatimah. Harus ada solusi, jangan ribut saja,” ujarnya. Mengalihkan perhatian menuju perekonomian alternatif dimaksud adalah menggali potensi sektor pertanian dan perkebunan, perikanan dan kelautan, serta pariwisata.
Karena mengkhawatirkan kerusakan kawasan hutan lindung, Komite II DPD memutuskan untuk membentuk tim khusus untuk mengawasi pertambangan yang merusak lingkungan. “Dalam waktu dekat tim tersebut akan terjun ke lokasi penambangan timah di Bangka Belitung, yang lingkungannya rusak parah,” katanya. Saat ini, tim khusus mengumpulkan informasi kerusakan lingkungan agar saat tim khusus berkerja efektif dan efisien.

Menteri-menteri terkait, seperti Menteri ESDM, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menhut, Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH), Menteri Keuangan (Menkeu), bersama bupati, walikota, dan gubernur di Bangka Belitung harus mencarikan alternatif sumber-sumber perekonomian pasca-pertambangan. “Kalau terus-terusan ditambang, Bangka Belitung bisa tenggelam. Mereka harus satu meja mencari alternatif, misalnya perikanan, kelautan, pertanian, perkebunan, pariwisata.”
Budi Doku mengatakan, pihaknya akan meneliti kepastian luas (hektar) Kuasa Penambangan (KP) yang dimiliki PT Timah, PT Koba Tin, dan beberapa perusahaan pemegang KP lainnya agar diperoleh kepastian jumlah dana jaminan reklamasi yang seharusnya digunakan untuk merehabilitasi lahan eks pertambangan. “Kemana dananya, kok lingkungan rusak seperti itu?” tanyanya.
“Masalah dana ini menarik untuk ditelusuri. Karena itu, kalau datanya cukup, kami akan mengundang Kapolri dan KPK untuk membahasnya,” tegasnya, seraya menekankan masalah lain yang juga harus disorot, yaitu informasi perihal uang keluar dari Bangka Belitung Rp 10 miliar per bulan. Uang itu berasal dari aktivitas penyelundupan timah.
Menurut Bambang, kerusakan hutan di Bangka Belitung tidak terlepas dari ketidakjelasan RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi). Untuk itu, Komite II DPD mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah segera merampungkannya. “RTRWP itu cetak biru. Selain berguna untuk pembangunan, RTRWP ini menjadi panduan wilayah mana yang tidak boleh diganggu dan mana yang boleh.”


ashur.staff.gunadarma.ac.id/.../Teori-Teori+Etika+Bisnis.ppt